Hanya Pakai Kayu, Rumah Adat Indonesia di Desa Wisata Ini Usianya 200 Tahun

 Rumah Adat Indonesia

Rumah Adat Indonesia - Konon masyarakat pinggiran sungai Way Kanan zaman dahulu memakai sungai sebagai jalur transportasi utama. Mereka hidup berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain.

Lalu pada abad ke-17, sekelompok masyarakat memutuskan membina rumah kayu dan menetap di wilayah pinggir sungai yang sekarang dikenal sebagai Kampung Gedung Batin di Kecamatan Blambangan Umpu, kabupaten Way Kanan, Lampung.

Inilah mula mula adanya lokasi tinggal tua yang sekarang berusia lebih dari 200 tahun laksana yang dituturkan Abdul Wahid (68), generasi ke-6 dan figur masyarakat Gedung Batin.

Berdasarkan keterangan dari Wahid, tadinya hanya terdapat 9 lokasi tinggal lalu meningkat dan sejumlah roboh sebab ditinggal penghuninya. Sedangkan pembangunan lokasi tinggal masih memakai alat tradisional dan tampak dari rumah-rumah yang bertahan.

"Dulu sekitar anda ada hutan besar, masyarakat tuh bermukim tebang saja. Kalau dulu tersebut nggak gunakan mesin, bermukim pilih kayu. Misalnya perlu kayu yang 12 meter, yah ditebang saja sebatang. Ditatah begitu sampai-sampai ujung dan pangkal sama," ucap Wahid ketika ditemui sejumlah waktu lalu.

Rumah-rumah yang tercipta kayu tersebut, ternyata tak memakai paku sebagai perangkat perekat sambungannya. Para pekerja konstruksi saat tersebut menggunakan batang bambu.

"Itu tukang yang lokasi tinggal ini orang China, menandai sambungan di kode-kode itu. Pakai pasak dia, ga gunakan paku ini, dipasak sama bambu, diraut pas sama lubang, manual," imbuhnya.

Lokasi Kampung Wisata Gedung Batin bisa ditempuh sekitar separuh jam dari Jalan Lintas Sumatera yang membelah Way Kanan. Jalannya pun sudah teraspal dan melewati sejumlah perkampungan dan perkebunan karet.

Saat kesebelasan detikTravel berkunjung, suasana dusun terlihat tenang. Rumah Adat Indonesia tua ini berbentuk panggung di mana anda harus menaiki tangga terlebih dahulu guna masuk ke dalamnya. Kata Wahid, dulu penduduk memanfaatkan kolong lokasi tinggal untuk menyimpan fauna ternak yang dipeliharanya.

Saat mendatangi salah satu rumah, ruang utamanya luas dan langsung menyambung ke dapur. Ada juga sejumlah kamar dan di ruang utama ini terdapat lemari yang menyimpan dagangan peninggalan masa lalu.

Di samping itu, masing-masing rumah pun mempunyai nama setiap yang tertulis dalam papan di halaman depan. Terlihat pun kalau lokasi tinggal ini memang disambung tidak dengan alat canggih seperti paku.

Kayu dan papannya pun terlihat masih kokoh. Suasana siang yang panas pulang menjadi sejuk ketika masuk dalam lokasi tinggal yang tercipta dari kayu ini.

Sampai ketika ini, kata Wahid, adat dan tradisi masih dijalankan masyarakat setempat. Ia memberikan contoh pemberian gelar seorang anak yang mesti dulu menaiki pepadun, suatu kursi adat yang telah ada turun temurun.

"Nanti anak saya bila menggantikan saya, mesti naik di situ dulu, jadi gunakan tari tigol, ditonton oleh semua kabupaten Way Kanan, diundang secara resmi melewati tokoh adat bahwa di Gedung Batin ini terdapat kodawi (upacara adat)," ucapnya.

"Nggak sembarangan itu, gunakan potong kebo (kerbau), kadang 7 kebo. Tapi memang tergantung keterampilan kita," jelasnya.

Baca juga: Dijuluki Negeri 1001 Air Terjun, Ini Rekomendasi Wisata di Way Kanan

Kini semenjak dipromosikan menjadi dusun wisata, Gedung Batin telah mulai tidak sedikit dikunjungi. Ada pun mahasiswa yang mengerjakan penelitian dengan subjek sejarah maupun arsitektur lokasi tinggal tua yang masih bertahan ratusan tahun ini.

Pada 2018, Gedung Batin meraih penghargaan dusun wisata kesayangan kedua dari Anugerah Pesona Indonesia yang dilangsungkan Kementerian Pariwisata. Di samping itu, sungai di dekatnya menjadi arena pesta rakyat rafting bambu yang dilangsungkan setiap tahun.

Sementara itu, menurut keterangan dari Kepala Desa Kampung Gedung Batin Alvera Devi (48), masyarakat setempat turut senang menyambut wisatawan yang datang. Apalagi wisatawan tidak dipungut ongkos tiket atau penginapan.

"Alhamdulillah masyarakat senang, terdapat perubahan, masing-masing tahun terdapat acara rafting bambu, wisatawan mancanegara masuk. Tadinya nggak terdapat warung di sini, dulu anda keluar," ucap Alvera.

"Sekarang telah mulai terdapat warung. Kalau penginapan setiap lokasi tinggal warga jadi homestay," imbuhnya.

Lanjut Alvera, semenjak adanya dana desa yang digagas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), masyarakat setempat pun merasakan manfaatnya. Pihaknya memperhitungkan dana desa guna pembangunan jembatan yang menghubungkan antar kampung di Kampung Gedung Batin.

Ia pun berencana memperhitungkan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat guna mengelola dusun wisata Gedung Batin.